Beranda | Artikel
Perhatian Syaikh Muqbil pada Murid-Muridnya
Jumat, 5 Maret 2010

Berikut kita akan mengambil beberapa pelajaran akhlaq dari ulama abad ini. Beliau adalah ulama hadits terkemuka. Nama beliau adalah Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’iy, seorang ulama hadits dari negeri Yaman.

Kisah-kisah beliau ini kami sarikan dari biografi Syaikh Muqbil rahimahullah yang ditulis oleh Syaikh Yahya Al Hajuri hafizhohullah (salah seorang murid senior Syaikh Muqbil).[1]

Imam Abu Hanifah rahimahullah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Beliau rahimahullah mengatakan,

الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”[2]

Syaikh Muqbil Sangat Perhatian dengan Penuntut Ilmu

Syaikh Muqbil rahimahullah adalah orang yang sangat perhatian pada para penuntut ilmu. Syaikh begitu sedih dan menaruh kasihan jika beliau mengetahui bahwa muridnya memiliki hajat terhadap sesuatu tetapi mereka tidak mendapatkannya. Syaikh rahimahullah pernah berkata pada sebagian majelis beliau, “Kesulitan yang paling besar yang dihadapkan padaku yang lebih besar dari menghadapi ahlul bid’ah dan mengurus tulisan adalah menghadapi berbagai kebutuhan para penuntut ilmu.”

Syaikh juga tidak pernah bakhil (pelit) sedikit pun pada muridnya. Aku (Syaikh Yahya) pernah melihat beliau setelah ta’lim ba’da zhuhur keluar dari rumahnya dengan membawa sebuah piring yang berisi nasi dan sebuah gelas berisi susu, lalu dia memberikannya kepada sebagian muridnya.

Aku (Syaikh Yahya) juga pernah suatu hari berada di rumah Syaikh Muqbil. Aku diajak beliau untuk sarapan bersamanya. Sesaat kami menyantap sarapan pagi, kami mendengar ketukan pintu, lalu Syaikh membuka pintu dan aku berdiri bersamanya. Lalu sebagian santri melaporkan pada syaikh bahwa sebagian santri sudah sarapan dan sebagian lainnya belum sarapan. Lalu Syaikh pergi ke kamarnya dan mengambil sejumlah hartanya dan memberikannya kepada sebagian santri untuk sarapan mereka.

Begitu pula suatu saat Syaikh Muqbil selesai memberikan pelajaran seusai shalat Zhuhur, ketika itu ada seseorang yang ingin bertanya-tanya pada beliau. Kemudian orang tadi malah diajak makan siang, lalu setelah itu mereka pun berbincang-bincang.

Suatu saat ketika dalam pelajaran beliau, ada seorang penuntu ilmu yang mengajukan kertas pada Syaikh Muqbil bertuliskan, “Aku adalah seseorang yang wajib menuntut ilmu. Namun aku memiliki banyak utang. Aku takut disebabkan utangku ini, malah bisa memalingkanku dari menuntut ilmu.” Setelah Syaikh Muqbil membaca lembaran tersebut dan setelah pelajaran beliau berakhir, beliau memanggil orang yang mengajukan kertas tadi lewat pengeras suara. “Hendaklah orang yang mengajukan kertas tadi pergi ke tempatnya si fulan, katakan padanya bahwa ia memiliki utang sekian. Kami pun akan melihat apakah betul akan membantunya.” [Luar biasa akhlaq beliau ini mau membantu meringankan utang murid-muridnya

Syaikh Muqbil betul-betul telah menerapkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.”[3] ][4]

Suatu saat pula aku (Syaikh Yahya) bersama beberapa penuntu ilmu setelah shalat Shubuh menghampiri rumah Syaikh Muqbil. Di antara kami ada seorang penuntut ilmu. Kami pun berkeinginan menikahkan dirinya. Kami pun katakan kepada Syaikh Muqbil mengenai perkataan penuntut ilmu tersebut. “Wahai Syaikh,” tegur pemuda tadi. Syaikh Muqbil pun menjawab, “Wahai anakku, menikahlah. Jika engkau kesulitan finansial, maka biarkan aku yang bertanggung jawab dengan urusan tersebut.” –Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Syaikh Muqbil-

Semoga kisah ini bisa memotivasi hati kita yang sedang hampa untuk selalu menolong sesama, untuk membantu orang lain apalagi dalam urusan yang berkaitan dengan maslahat agama ini (yaitu perhatian dengan penuntut ilmu). Hati ini memang akan terus terhibur jika selalu diisi dengan kisah teladan yang bermanfaat seperti ini yang tentu sangat jauh faedahnya dari sekedar membaca komik dan novel.

Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?[5] Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, sibukkanlah diri untuk mempelajari kisah orang-orang sholih sehingga kita pun dapat meneladani mereka dan bisa terus istiqomah dalam agama ini.

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Selesai disusun di Panggang-Gunung Kidul, 19 Rabi’ul Awwal 1431 H

Baca Juga: Cita-Cita Syaikh Sudais Menjadi Imam Masjidil Haram


[1] Kisah Syaikh Muqbil rahimahullah ini kami ambil dari kumpulan risalah beliau dalam Maktabah SyaikhMuqbil Al Wadi’i, cetakan pertama, Islamspirit.com.

[2] Al Madkhol, 1/164, Mawqi’ Al Islam

[3] HR. Muslim no. 2699, dari Abu Hurairah.

[4] Yang dalam kurung semacam ini […] adalah tambahan dari penyusun.

[5] Shifatush Shofwah, 1/438.


Artikel asli: https://rumaysho.com/900-perhatian-syaikh-muqbil-pada-murid-muridnya.html